Senin, 28 Desember 2009

IKAN TUNA

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indenesia yang tiga perempat wilayahnya berupa laut (5,8 juta km2) dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki potensi lestari (maximum sustainable yield) ikan laut seluruhnya 6,4 juta ton/tahun atau sekitar 7 % dari total potensi lestari ikan laut dunia. Artinya jika kita dapat mengendalikan tingkat penangkapan ikan laut lebih kecil dari 6,4 juta ton/tahun maka kegiatan usaha perikanan tangkap semestinya dapat berlangsung secara lestari (Dahuri, 2004). Dalam dua puluh lima tahun terakhir banyak sekali penemuan ilmiah dari para ahli gizi dan kesehatan dunia yang membuktikan bahwa ikan dan jenis seafood lainnya sangat baik untuk kesehatan serta kecerdasan manusia.

Ikan (seafood) rata-rata mengandung 20 % protein yang mudah dicerna dengan komposisi asam amino esensial yang seimbang. Ikan juga mengandung omega 3 yang sangat penting bagi perkembangan jaringan otak, mencegah terjadinya penyakit jantung, stroke dan darah tinggi. Lebih dari itu omega 3 juga dapat mencegah penyakit inflamasi seperti arthritis, asma, colitis, dermatitis serta psoriasis, beberapa jenis penyakit ginjal dan membantu penyembuhan penyakit depresi, skizofrenia serta gejala hiperaktif pada anak-anak.

Permintaan pasar dunia terhadap ikan semakin meningkat karena semakin banyak masyarakat dunia yang menyadari pentingnya mengkonsumsi ikan. Ikan tuna merupakan salah satu primadona perikanan Indonesia. Kelompok tuna dan cakalang merupakan pemasok devisa terbesar setelah udang. Tuna merupakan komoditas ekonomi yang tinggi dan mampu menembus pasar internasional seperti halnya udang.

Ikan tuna adalah ikan pelagis yang besar yang menyebar diperairan yang relatif dalam, memiliki sifat yang bergerak aktif dan sifat pergerakannya dapat vertikal maupun kearah lainnya. Ikan tuna dapat ditangkap dengan berbagai alat penangkap ikan kecuali dengan alat penangkap dasar. Cara penangkapan yang di anggap potensial, efektif dan efesien adalah dengan long line, purse seine dan pole and line.

Tuna adalah ikan yang aktif mengejar makanan dan selalu bergerak. Karena itulah maka tidak mengherankan kebutuhan makanannya di perkirakan sekitar 15% dari berat badannya perhari. Tuna akan memilih ruang hidup sesuai dengan keinginannya, namun dalam keadaan darurat tuna akan bergerak ke arah lingkungan yang sesuai.

Komposisi kimia daging ikan tuna bervariasi menurut jenis, umur, kelompok dan musim. Perubahan nyata terjadi pada bagian tubuh yang satu dengan yang lain, ketebalan lapisan lemak di bawah kulit berubah menurut umur dan/ atau musim. Lemak yang paling banyak terdapat di dinding perut yang berfungsi sebagai gudang lemak ( Murniyati dan Sunarman, 2000). Komposisi ikan tuna dapat di lihat pada tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia ikan Tuna (%)

Jenis

Air

Protein

Lemak

Mineral

Abu

BLUE FIN:

Daging Merah

60,70

28,30

1,40

0,10

1,50

Daging Berlemak

52,60

21,40

24,60

0,10

1,50

SOUTHERN:

Daging Merah

65,60

23,60

9,30

0,10

1,40

Daging Berlemak

63,90

23,10

11,60

0,10

1,50

YELLOW FIN

74,20

22,20

2,10

0,10

1,40

Daging Merah

MARLIN

72,20

22,20

3,00

0,10

1,40

SKIPJACK

70,40

25,80

2,00

0,10

1,40

MACKEREL

62,50

19,80

16,50

0,10

1,40

Salah satu jenis produk olahan dari ikan tuna yaitu loin tuna beku. Dalam pengolahan loin tuna beku memerlukan penerapan tata cara yang baik serta selalu menerapkan suhu rendah, baik pada saat penangkapan, distribusi, atau pada saat pengolahan karena pada saat pengolahan tuna loin beku akan terdapat perubahan nilai organoleptik dan perubahan berat yang disebabkan cara penanganan dan pengolahan.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi mutu ikan, baik yang didaratkan dari laut maupun yang ditangani di darat adalah penerapan suhu rendah (pendinginan), kecermatan, kebersihan, dan kecepatan bekerja (faktor waktu) (Ilyas, 1983). Mutu ikan dapat dipertahankan apabila sejak penangkapan sampai pada proses pembekuannya tidak lebih dari empat jam dan tidak terkena sinar matahari langsung.

1.2 Tujuan

¨ Melaksanakan tahapan proses penaganan tuna loin beku dengan baik dan benar.

¨Menghitung rendemen selama pengolahan tuna loin hinggga produk ahir.

¨Melaksanakan proses pengolahan tuna loi beku.

¨ Mengukur waktu pembekuan.

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan dilakukan pada :

Hari : Rabu

Tanggal : 17 Desember 2008

Pukul : 08.00 – 12.00

Tempat : Workshop Pengolahan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuna Sebagai Bahan Mentah

Ikan mempunyai perbedaan dengan bahan makanan yang lain. Hal-hal yang membedakan ikan dengan bahan makanan lain :

1. Kandungan protein yang tinggi

2. Kandungan lemak rendah , sangat unik, dan sangat baik untuk kesehatan

3. Kaya vitamin dan mineral

4. Rendah kolesterol dan mengandung omega 3 dan omega 6 yang berfungsi untuk menstimulasi adanya lemak jenuh dalam jantiung, melancarkan peredaran darah, dan meningkatkan radikal bebas.

Akan tetapi, selain tingginya kandungan gizi yang terdapat dalam ikan, ikan juga mempunyai kelemahan. Ikan merupakan bahan pangan yang mudah busuk. Kandungan air yang termasuk bahan makanan makroutrien pada ikan, dapat mempercepat proses kemunduran mutu ikan. Mikroba akan dapat berkembang jika di dalam pangan mengandung banyak air. Semakin tinggi aktivitas air (aw) semakin tinggi pula aktivitas mikroba.

2.1.1 Klasifikasi Ikan Tuna

Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu. mempunyai dua sirip pungung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural.

Badan ikan tuna berbentuk cerutu, hal ini menandakan kecepatan pergerakannya. Bagian belakang badan langsing, sedangkan bagian terlebar terletak ditengah-tengah. Penampang lintang badan ikan tuna pada umumnya berbentuk bulat panjang atau agak membulat. Semua bagian badannya ditutupi oleh sisik (kecuali jenis cakalang sama sekali tidak mempunyai sisik) kecuali pada bagian dada yang mengeras.

Punggung biru tua kadang-kadang hampir hitam. Bagian perut berwarna keputih-putihan. Tuna terdapat diperairan laut mana saja, terutama yang mempunyai kadar garam tinggi. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap (Ditjen Perikanan, 1983) Menurut Saanin (1984). Warna ini akan sangat cepat berubah jika ikan telah mati.

Klasifikasi ikan tuna adalah sebagai berikut :

· Phylum : Chordata

· Sub Phylum : Vertebrata

· Class : Teleostei

· Sub class : Actinopterygii

· Ordo : Percmorphi

· Sub Ordo : Scromboidae

· Family : Scromboidae

· Genus : Thunnus

· Species : Thunnus Alalunga

Thunnus Albacores

Thunnus Obesus

Thunnus Maccoyii

Thunnus Tonggo

l

Tuna termasuk perenang cepat dan terkuat di antara ikan-ikan yang berangka tulang. Penyebaran ikan tuna mulai dari laut merah, laut India, Malaysia, Indonesia dan sekitarnya. Juga terdapat di laut daerah tropis dan daerah beriklim sedang (Djuhanda, 1981). Adapun bentuk tubuh beberapa species ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 1.

Keterangan : Ms : Maximum size

Cs : Common size

1. Tongkol (Euthynnus affinis) 4. Madidihang (Thunnus albacores)

2. Mata besar (Thunnus obesus) 5. Albacor (Thunnus alalunga)

3. Tuna sirip biru (Thunnus maccoyii) 6. Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Gambar 1 Bentuk tubuh beberapa spesies ikan tuna

2.1.2 DAGING MERAH IKAN TUNA

Secara umum bagian ikan yang dapat dimakan (edible portion) berkisar antara 45 – 50 % dari tubuh ikan (Suzuki, 1981). Untuk kelompok ikan tuna, bagian ikan yang dapat dimakan berkisar antara 50 – 60 % (Stanby, 1963). Kadar protein daging putih ikan tuna lebih tinggi dari pada daging merahnya. Namun sebaliknya kadar lemak daging putih ikan tuna lebih rendah dari daging merahnya. Pembagian daging merah ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Letak daging merah pada jenis ikan tuna

Daging merah tuna dapat dibedakan berdasarkan lapisan lemaknya yaitu

otoro, chutoro dan akami (Gambar 3).

Otoro terdapat pada bagian perut bawah, berwarna lebih terang karena lebih banyak mengandung lemak dan lebih mahal dibandingkan chutoro.

Gambar 3 Pembagian daging merah tuna berdasarkan lapisan lemak

Daging merah ikan adalah lapisan daging ikan yang berpigmen kemerahan sepanjang tubuh ikan di bawah kulit tubuh. Jumlah daging merah bervariasi mulai kurang dari 1 – 2 % pada ikan yang tidak berlemak hingga 20 % pada ikan yang berlemak. Diameter sel atau jaringan otot pada daging merah lebih kecil (Okada, 1990). Daging merah kaya akan lemak, suplai oksigen dan mengandung mioglobin. Daging merah pada ikan pelagis memungkinkan jenis ikan ini berenang pada kecepatan yang tetap untuk memperoleh makanan dan untuk bermigrasi (Learson dan Kaylor, 1990).

Okada (1990) menyatakan bahwa daging merah mengandung mioglobin dan hemoglobin yang bersifat prooksidan serta kaya akan lemak. Warna merah pada daging ikan disebabkan kandungan hemoproteinnya tinggi yang tersusun atas protein moiety, globin dan struktur heme. Di antara hemoprotein yang ada, mioglobin adalah hemoprotein yang terbanyak. Lebih 80 % hemoprotein pada daging merah adalah mioglobin dan hemoglobin. Kandungan mioglobin pada daging merah ikan tuna dapat lebih dari 3.500 mg/100 g (Watanabe, 1990). Hal ini yang menyebabkan mudahnya terjadi ketengikan pada daging merah ikan tuna.

2.1.3 KOMPOSISI DAGING IKAN

_ Protein

Kandungan protein ikan sangat tinggi dibandingkan dengan protein hewan lainnya, dengan asam amino esesnsial sempurna, karena hampir semua asam amino esensial terdapat pada daging ikan (Pigott dan Tucker, 1990 ). Berdasarkan lokasi terdapatnya dalam daging, yaitu protein sarkoplasma, miofibrillar dan protein pengikat (stroma), protein pembentuk atau pembentuk enzim, koenzim dan hormon (Hadiwiyoto, 1993).

Jebsen (1983) membagi protein ikan menjadi 3 kelompok yaitu : 1), kelompok yang terdiri dari tropomiosin, aktin, miosin dan aktomiosin yang terdapat kira-kira 65 % dari total protein dan larut dalam natrium klorida netral dengan kekuatan ion lebih tinggi dari (0,50), 2) terdiri dari globin, miosin dan mioglobin yang terkandung sekitar 25 sampai 30 persen dari total protein yang diekstrak dengan larutan netral dengan kekuatan ion lebih rendah (0,15) 3), meliputi stroma protein yang terdapat kira-kira 3 persen dari protein ikan.

Kelompok protein ini tidak dapat larut dalam larutan garam netral, asam encer atau alkali. Suzuki (1981) menyatakan protein miofibrilar bersifat sedikit larut dalam air pada pH netral tetapi larut dalam larutan garam kuat. Protein miofibrilar adalah protein yang membentuk miofibril yang terdiri dari protein structural (aktin, miosin dan aktomiosin) dan protein regulasi (troponin, tropomiosin dan aktinin). Protein miofibrilar merupakan bagian terbesar dari protein ikan, yaitu sekitar 66 – 77 % dari total protein ikan.

Pada proses pengolahan daging protein miofibrilar memegang peranan penting dalam struktur yang menentukan karakteristik produk yang diinginkan adalah miosin, Miosin adalah merupakan protein berserabut besar dengan berat molekul 500.000 dan terdapat sekitar 43 % dari total miofibrilar dalam jaringan otot (Xiong, 2000 yang diacu Nakai, 2000). Suzuki (1981) menyatakan bahwa aktivitas ATP-ase miosin dipengaruhi oleh ion K+, Mg 2+ dan Ca 2+.

Pada daging yang mengalami rigor mortis aktin akan berikatan dengan miosin membentuk aktomiosin. Aktin akan terekstrak bersama-sama dengan miosin dengan adanya garam dan polifosfat. Xiong (2000 yang diacu Nakai, 2000) menyatakan bahwa protein kolagen merupakan serabut sarkoplasma yang penting adalah mioglobin yang sangat berperan dalam warna merah pada daging. Molekul mioglobin terdiri dari dua bagian yaitu : bagian protein (globin) dan bagian nonprotein (heme). Selanjutnya dinyatakan bahwa kandungan mioglobin dalam tiap daging berbeda tergantung jenisnya.

Kolagen adalah salah satu protein stroma (jaringan pengikat) yang tersusun

dari asam-asam amino penyusun protein kecuali triptofan, sistin dan sistein (Hadiwiyoto, 1993). Stanley (1999) menyatakan bahwa merupakan serabut protein yang sangat penting dalam tekstur daging yang tersusun dari asam amino glisin (30%), proline dan hydroproline (25%). McCormick yang diacu Kinsman et al (1994) menyatakan bahwa kolagen adalah 2 – 6 % berat kering otot, tergantung jenis otot dan umur.

_ Lemak

Suzuki (1991) menyatakan bahwa kandungan lemak ikan bermacam-macam tergantung pada jenis ikan, umur dan jumlah daging merah serta kondisi makanan. Kandungan lemak erat kaitannya dengan kandungan protein dan kandungan air, pada ikan yang kandungan lemaknya rendah umumnya mengandung protein dalam jumlah yang cukup besar Winarno (1993) menyatakan bahwa berdasarkan kandungan lemaknya, ikan terbagi menjadi 3 golongan yaitu : ikan dengan kandungan lemak rendah (kurang dari 2%) terdapat pada kerang, cod, lobster, bawal, gabus, ikan dengan kandungan lemak sedang (2 – 5 %) terdapat pada rajungan,oyster,udang, ikan

mas, lemuru, salmon dan ikan dengan kandungan lemak tinggi (4 – 5%) terdapat pada hering, mackerel, salmon, tuna, sepat, tawes dan nila.

Ikan banyak mengandung asam lemak bebas berantai karbon lebih dari 18. Asam lemak ikan lebih banyak mengandung ikatan rangkap atau asam lemak tak jenuh (PUFA) dari pada mamalia. Keseluruhan asam lemak yang terdapat pada daging ikan krang lebih 25 macam. Jumlah asam lemak jenuh 17 – 21% dan asam lemak tidak jenuh 79 – 83 % dari seluruh asam lemak yang terdapat pada daging ikan. Asam lemak tidak jenuh mempunyai ikatan rangkap _ 1-6 (Hadiwiyoto, 1993).

_ Karbohidrat

Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida yaitu glikogen yang terdapat dalam sarkoplasma diantara miofibril-miofibril. Glikogen terdapat dalam jumlah jumlah terbanyak dari karbohidrat yang terdapat pada daging ikan yaitu 0,05 – 0,085 %. Disamping itu terdapat jauga glukosa (0,038 %), asam laktat (0,005 – 0,43 %) dan berbagai senyawa antara dalam metabolisme karbohidrat (Hadiwiyoto, 1993).

Lebih lanjut Hadiwiyoto (1993) menjelaskan bahwa hasil antara proses glikolisa juga terdapat dalam daging ikan ,yaitu : asam fruktosafosfor, asam fosfogliserat dan asam piruvat. Selain itu masih terdapat sejumlah kecil monosakarida dari golongan pentosa yaitu ribosa dan deoksiribosa yang merupakan hasil pemecahan asam asam nukleat. Kedua monosakarida ini dapat membentuk protein-protein kompleks.

_ Air

Kadar air pada ikan adalah 66 – 84 %. Kadar air mempunyai hubungan yang berlawanan dengan kadar lemak. Makin tinggi kadar air, makin rendah kadar lemaknya. Air terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan plasma (Suzuki, 1981). Air yang ditemukan dalam jaringan otot terdiri dari tiga tipe yaitu : air konstitusional merupakan air yang terletak dalam molekul protein (1%), air yang terikat kuat (0,3 g air/100 g protein) dan air permukaan yang terletak pada permukaan multi layer protein dan dalam celah-celah kecil. Sekitar 10 % dari air tersebut ditemukan dalam ruang ekstraseluler yang bisa bertukar dengan air sel pada kondisi tertentu sehingga mengakibatkan perubahan protein miofibril

1.2 Definisi Pembekuan

Pembekuan (cold storing) adalah cara paling baik untuk penyimpanan jangka panjang. Apabila bahan mentah yang digunakan masih segar dan cara penanganan serta pengolahannya yang baik, maka dapat dihasilkan maka akan diperoleh ikan beku yang masih mendekati sifta-sifat ikan segar pada saat ikan dicairkan (thawing). Pengawetan ikan dengan menggunakan pembekuan (suhu mencapai -50°C) dapat menghentikan aktivitas mikroorganisme, meskipu belum diketahui secara pasti pada suhu berapa bakteri dapat mati semua.

Dapat dikatakan bahwa pada suhu di bawah -10°C proses pembusukan pada bakteri terhenti. Akan tetapi, proses seperti biokimia, kimia, dan fisis, masih berlangsung terus-menerus. Proses-proses tersebut dapat menyebabkan kemunduran mutu. Proses yang perlu mendapat perhatian utama adalah kegiatan enzim. Pembusukan untuk mencegah ketengikan atau glazing (penambahan lapisan es untuk menghindari proses pengeringan merupakan salah satu cara untuk menghambat kegiatan enzim.

Proses pembekuan akan berpengaruh terhadap mikroba, protein, enzim, vitamin, dan parasit. Pengaruh pembekuan terhadap mikroba terutama dalam bentuk mikroba yang sangat peka yaitu sel-sel vegetatif. Akan tetapi spora biasanya tidak rusak dalam proses pembekuan. Aktivitas enzim atau sistem enzim dapat rusak pada suhu mendekati 93,3°C.

Menurut Hadiwiyoto (1993) pengolahan agar mempertahankan sifat segar ikan dengan suhu rendah. Penerapan suhu rendah antara lain yaitu dengan pendinginan dan pembekuan. Penerapan suhu rendah adalah untuk menghindarkan hasil perikanan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh autolisa dan atau karena pertumbuhan mikroba. Baik aktifitas enzim maupun pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada kondisi tertentu aktifitasnya menjadi optimum dan pada kondisi lain aktifitasnya dapat menurun, terhambat bahkan terhenti. Suhu optimum dimana enzim dan mikroba mempunyai aktifitas yang paling baik biasanya terletak pada suhu di antara sedikit di bawah dan di atas suhu kamar.

Menurut Muchtadi (1997) setiap bahan pangan mempunyai suhu yang optimum untuk berlangsungnya proses metabolisme secara normal. Suhu penyimpanan yang lebih tinggi dari suhu optimum akan mempercepat terjadinya proses pembusukan. Suhu rendah di atas suhu pembekuan dan di bawah 150C efektif dalam mengurangi laju metabolisme. Suhu seperti ini diketahui sangat berguna untuk pengawetan jangka pendek. Setiap penurunan suhu 80C menyebabkan laju metabolisme akan berkurang setengahnya.

Menyimpan bahan pangan pada suhu sekitar -20C sampai 100C diharapkan dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan. Hal ini disebabkan suhu rendah dapat memperlambat aktivitas metabolisme dan menghambat pertumbuhan mikroba. Selain itu juga mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan hilangnya kadar air dari bahan pangan. Selama pendinginan dan pembekuan akan terjadi perubahan-perubahan

sifat pada ikan. Perubahan tersebut meliputi perubahan sifat kimiawi, sifat fisikiawi dan perubahan organoleptik.

Pada pendinginan tidak terlalu banyak perubahan yang terjadi dibandingkan pada proses pembekuan, karena terbentuknya kristal es yang terjadi di dalam jaringan daging ikan (Hadiwiyoto, 1983) Pembentukan adonan dengan menggiling daging yang ditambahkan dengan es dimaksudkan agar suhu daging tetap dingin sehingga protein tidak terdenaturasi. Penghancuran daging bertujuan untuk memecah dinding sel serabut otot sehingga protein seperti miosin dan aktin dapat terekstrak dengan penggunaan larutan garam.

Suhu optimum untuk mengekstrak protein serabut otot adalah 4 – 5 0C dan dipertahankan agar tidak melebihi 200C, karena gesekan daging dengan alat penghalus grading seperti “cutter”, mixer“ atau alat pengemulsi lemak mengakibatkan terhambatnya ekstraksi protein serabut otot sehingga terjadi koagulasi protein (Pisula, 1984). Penambahan air ke dalam adonan nugget pada waktu penggilingan berperan penting dalam membentuk adonan yang lebih baik dan untuk mempertahankan temperatur selama pendinginan. selain itu air berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging dan melarutkan protein sarkoplasma, pelarut garam yang akan melarutkan protein miofibril (Kramlich, 1973).

Produk nugget pre-cooked merupakan produk basah yang harus disimpan

pada suhu beku di bawah -180C untuk menjaga mutunya. Perubahan sifat inderawi pada berbagai suhu penyimpanan adalah sama hanya prosesnya menjadi lebih lambat pada suhu penyimpanan yang lebih rendah. Nugget yang disimpan pada suhu beku (-250C) sampai pada pengamatan minggu keenam tidak dapat diterima panelis karena terasa asam dan berlendir (Prayitno, 2003).

Menurut Fennema et al (1973) dan Ilyas (1972) selama penyimpanan beku produk perikanan akan kehilangan air, terjadi oksidasi , perubahan warna dan rasa, serta terjadi “drip”, yaitu cairan bening yang merembes keluar sewaktu produk dilelehkan. Proses pembekuan cenderung menyebabkan susunan mutu makanan berubah dan perubahan ini akan langsung berakibat pada susunan proteinnya (Connell, 1968).

Dyer dan Dingle (1961) menjelaskan perubahan yang terjadi adalah denaturasi protein, perubahan dalam sistem garam, protein dan air selama pembekuan dan perubahan dalam sistem aktomiosin. WHC atau daya ikat air nugget ikan manyung yang disimpan pada suhu beku rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan nugget yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin, hal tersebut ditandai dengan banyaknya jumlah air bebas yang tidak dapat diikat oleh protein pada nugget yang disimpan pada suhu beku, karena denaturasi protein yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa daya mengikat airnya rendah.

Banyaknya air yang bebas yang terjerat dalam mikrostruktur jaringan dipengaruhi oleh suhu (Syartiwidya, 2003). Menurut Suzuki (1981) ada beberapa teori, yang menjelaskan mekanisme denaturasi protein akibat pembekuan yaitu : 1) meningkatnya konsentrasi garam di dalam sel-sel otot akibat perubahan air menjadi kristal-kristal es, 2) hilangnya molekul air dari ruang menyebabkan molekul menjadi lebih dekat satu sama lain dan membentuk berbagai ikatan silang yang menimbulkan agregasi dan 3) terjadinya auto-oksidasi, pengaruh protein larut air, reaksi dengan lemak dan reaksi dengan formaldehida yang terbentuk dari trimetilamin (TMA).

Denaturasi atau degradasi protein yang disebabkan oleh penyimpanan beku yang dipercepat dengan adanya penggilingan dan pencincangan. Degradasi enzimatis dari trimetilaminoksida (TMAO) menjadi dimetilamin (DMA) dan formaldehida dapat menyebabkan beberapa kerusakan tekstural, kerusakan ini disebabkan oleh karena adanya formaldehida yang berikatan dengan protein (Gratham, 1981). Menurut Kamallan (1988) selama penyimpanan beku elastisitas/kekenyalan produk akan menurun. Hal ini disebabkan adanya pelepasan sejumlah cairan dari dalam produk selama thawing, sehingga keteguhan gel menjadi berkurang akibat terbentukya pori-pori pada produk.

Pada suhu beku peningkatan asam tiobarbiturat hanya mencapai 0,25 mg

malonaldehid/kg sampai pada minggu ke- 10 (70 hari) , dan aroma nugget masih beraroma ikan. Hal ini terjadi karena penyimpanan pada suhu beku dapat menghambat reaksi oksidasi lemak (Syartiwidya, 2003) Fennema et al. (1973) dan Ilyas (1972) menyatakan bahwa selama penyimpanan beku produk perikanan akan terjadi perubahan warna dan rasa. Proses mincing dan proses penghancuran produk yang dihasilkan berwarna lebih gelap. Semakin lama penyimpanan warna akan semakin gelap (Winarno, 1993).

FAO (1977 dalam Ilyas, 1993) dalam Code of Practice for Frozen Fish menyarankan agar produk ikan beku disimpan pada suhu yang tepat sesuai menurut jenis ikan, tipe produk dan lamanya waktu penyimpanan yang diinginkan. Bagi produk beku yang digudangkan sebagai bahan mentah bagi pengolahan selanjutnya dianjurkan menyimpan dalam gudang beku pada -180C atau atau lebih rendah. Lebih jauh International Institut of Refrigeration, Paris dalam Ilyas (1993) menyarankanmeninjau kembali waktu simpan dengan usia simpan praktis, jangka waktu produk masih baik untuk konsumsi dan pengolahan selanjutnya : bagi ikan berlemak 4 bulan pada suhu -180C, 8 bulan pada suhu - 250C dan 24 bulan pada suhu -300C. Suhu penyimpanan beku bagi produk tuna yang akan dimanfaatkan untuk sashimi, dianjurkan pada suhu -500C hingga -600C.

2.3 Alat Pembekuan (Freezer)

Alat yang biasa digunakan dalam pembekuan ikan adalah freezer. Prinsip kerja alat pendingin ini adalah menyerap panas dari produk yang didinginkan, dan memindahkan panas tersebut ke tempat lain dengan perantaraan bahan pendingin (refrigerant), misalnya amoniak dan Freon. Apabila bahan pendingin dimasukkan ke dalam suatu ruang tertutup yang diatur titik didihnya (dengan menurunkan tekanannya), ia akan menguap sambil menyerap panas dan ruangan tersebut, sehingga ruangan itu menjadi dingin.

Di dalam freezer, proses pendinginan dikendalikan dengan peralatan-peralatan mekanis sehingga pendinginan berjalan dengan efektif dan efisien. Bahan pendingin cair dan tangki penampung dimasukkan ke dalam evavorator melalui sebuah katup ekspansi. Di evavorator, bahan pendingin cair dipaksa menguap dengan jalan menurunkan tekanannya dengan kompresor. Uap bahan pendingin yang telah menjadi cairan kembali ditampung di dalam sebuah tangki penampung kemudian diuapkan kembali di dalam evavorator. Begitu seterusnya, siklus itu berjalan berulang-ulang sehingga bahan pendingin tidak perlu terbuang.

Evavorator adalah bagian dari freezer yang menyerap panas, baik secara langsung maupun melalui bahan perantara. Evavorator dibuat dengan konstruksi yang berbeda-beda tergantung pada cara pembekuan yang diterapkan:

1. Apabila evavorator membekukan ikan melalui udara sebagai perantara. Evavorator dibuat dari pipa-pipa panjang yang polos maupun bersirip.

2. Apabila evavorator membekukan ikan melalui cairan sebagai perantara, evavorator dibuat dari pipa-pipa panjang yang polos.

3. Apabila evavorator membekukan ikan dengan kontak langsung tanpa perantara, evavorator dibuat dari pipa-pipa panjang yang polos atau dari pelat.

Berdasarkan alat yang dipakai, cara pembekuan dibagi menjadi lima golongan yaitu sebagai berikut:

Cara pembekuan

Nama Alat Pembeku

Meletakan ikan diatas rak yang terbuat dari pipa-pipa dingin

Sharp freezer

Menjepitkan udara dingin di antara pelat-pelat dingin

Multi-plate freezer

Meniupkan udara dingin secara kontinyu ke arah ikan

Air-blast freezer

Mencelupkan ikan kedalam cairan dingin

Immersion freezer

Menyemprotkan ikan dengan cairan dingin

Spray freezer

Pembekuan dapat dilakukan secara batch (setahap demi setahap; tiap tahap merupakan proses yang lengkap) atau secara bersinambung (kontinu) tergantung pada rancangannya.

2.4 Tahapan Proses Pengolahan Tuna Steak Beku

Tahapan proses pengolahan steak tuna beku sebagaimana di sajikan pada gambar 1.

Penerimaan Ikan


Sortasi Jenis dan Ukuran


Pemotongan Kepala Sirip dan Ekor


Pencucian I (khusus yang menggunakan bahan baku segar)


Sortasi Mutu


Pemotongan Daging


Pembuangan Tulang dan Duri

Pembuangan Daging Gelap (dark meat)


Pembuangan Kulit

Perapihan


Penimbangan I

Pemotongan Daging Menjadi Bentuk Steak


Penimbangan II


Penggelapan


Penggolongan Berdasarkan Size dan Ukuran


Pengemasan


Pemvakuman


Persiapan Sebelum di Bekukan


Pembekuan Dalam ABF


Pengepakan dan Pelabelan


Penyimpanan dalam Cold Storage

Gambar1. Alur Prosees Pengolahan Tuna Steeak Beku

2.5 Standar Mutu Steak Beku

Histamin adalah senyawa yang terdapat pada daging ikan dari famili scombroidae, subfamili scombroidae, atau ikan lain yang telah membusuk yang di dalam dagingnya terdapat kadar histidin yang tinggi. Histamin di dalam daging diproduksi oleh hasil karya enzim yang menyebabkan pemecahan histidinyaitu enzim histidine dekarboksilase. Melalui proses dekarboksilasi (pemotongan gugus karboksil ) dihasilkan histamin. Satuan kadar histamin dalam daging tuna dapat dinyatakan dalam mg/100 g ; mg % atau ppm (mg/1000 g) (Hadiwiyoto, 1993) ”Histidin bebas” yang terdapat dari daging ikan erat sekali hubungannya dengan terbentuknya histamin dalam daging.

Semua daging yang berwarna gelap tinggi kandungan histidin bebasnya. Kandungan histidin bebas dalam daging ikan tuna segar berkisar dari 745 sampai 1460 mg %. Sebaliknya, ikan-ikan berdaging putih rendah kandungan histidin bebasnya dan ketika busuk tidak menghasilkan histamin sampai 10 mg % setelah dibiarkan 48 jam pada suhu 250C. Pada jenis ikan tuna yang memiliki 2 jenis daging yaitu putih dan gelap, justru daging-daging putihlah yang tinggi histaminnya. Daging yang merah jauh lebih sedikit.

Untuk konsumsi manusia, daging merah lebih aman daripada daging putihnya bila dipandang dari segi histamin. Mengapa daging merah justeru kecil kandungan histaminnya, hal itu disebabkan daging merah tinggi kandungan 20 trimetil amina oksida (TMAO) yang berfungsi menghambat proses terbentuknya histamin (Winarno, 1993). Meskipun enzim pemecah karboksil dapat berasal dari daging tubuh ikan sendiri, sebagian besar enzim pemecah tersebut dapat dihasilkan oleh mikroba yang terdapat dalam saluran pencernaan ikan serta mikroba lain yang mengkontaminasi ikan dari luar.

Di Amerika Serikat, khususnya oleh US-FDA telah dikeluarkan pedoman kadar histamin dalam tuna, yaitu: 20 mg per 100 g menunjukkan indikasi penanganan yang tidak higienis pada beberapa tahap penanganan pasca tangkap dan 50 mg per 100 g menunjukkan bahwa ikan tuna tersebut telah membahayakan kesehatan konsumen bila dikonsumsi. Bagian depan tubuh ikan biasanya memiliki kadar histamin paling tinggi, dan terendah di bagian ekor (Winarno, 1993) Ada 3 jenis bakteri yang mampu memproduksi histamin dari histidin dalam jumlah tinggi yaitu: Proteus marganii (bigeye, skipjack), Enterobacteri aerogenes (skipjack), Clostridium pefringens (skipjack).

Hampir semua mikroba pembentuk histamin bersifat gram negatif dan berbentuk batang. Enzim lebih stabil dibandingkan bakteri pada suhu beku dan dapat reaktif dengan sangat cepat setelah thawing (FDA, 1998). Histamin dapat terakumulasi didalam daging ikan karena adanya kesalahan penanganan bahan baku sebelum dan sesudah pembekuan. Salah satu enzim yang masih terdapat sebelum pembekuan pada ikan ,hal ini dapat meneruskan pembentukan histamin di dalam daging ikan tanpa memperhatikan sel bakteri yang injury selama penyimpanan beku.

2.6 Rendemen

Perubahan berat merupakan suatu proses pengurangan/penambahan berat pada produk perikanan. Perubahan berat ini pada dasarnya hampir sama dengan rendemen tapi pada rendemen hanya mengetahui berapa produk yang hilang dan berapa produk yang dimanfaatkan.

Perhitungan rendemen sebagai hasil ekstraksi limbah ikan dihitung berdasarkan ratio antara berat akhir yang dihasilkan dengan berat awal dan dinyatakan dalam persen.

Rendemen (%) = Berat awal ikan – Berat akhir ikan x 100

Berat Awal

3. METODE PELAKSANAAN

3.1 Alat-Alat yang Digunakan:

· pisau filet

· pan pembekuan

· freezer

· thermocouple

· timer

· timbangan

3.2 Bahan-Bahan yang Digunakan

· ikan tuna segar / beku

· scoresheet ikan segar

· scoresheet steak beku

· plastic pangemas

· es

3.3 Prosedur Pelaksanaan

· Penerimaan bahan baku ( Receiving )

Bahan baku yang di terima di mmasukkan ke dalam ruang penerimaan bahan baku untuk di sortir ( checking ) untuk mengetahui berat, jenis, dan kelas mutu ( Grade ). Kemudian ikkan di lewatkan pada bakk yang berisi chlorine dengan berrjumlah 50 ppm dan setelah itu ikan di tampung dalam bak yang berisi air, es dan chlorine dengan jumlah 100 ppm.

  • Pencucian (washing)

Ikan tuna dicuci dengan air yang mengalir. Pencucian ikan tuna ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran, darah, lendir, dan benda-benda asing lainnya yang masih melekat pada permukaan kulit ikan sehingga dapat meminimalkan kontaminasi bakteri.

  • Penimbangan I (weighing I)

Ikan ditimbang untuk mengetahui berat awal ikan.

  • Pemotongan kepala (Head cutting)

Pemotongan kepala dilakukan dengan menggunakan pisau. Sirip dada (pectoral) di pegang dan di ikat sedikit, kemudian pisau di masukkan ke dasar sirip dada dan di potong ke arah ounggung. Pemotongan ini dilakuakn dengan hati-hati dan mengikuti garis tutup insang (operculum). Ikan diputar ke sisi lain dan mengulangi tahap di atas, diikuti dengan pemenggalan tulang dengan memegang bagian ekor hingga tulang dan daging terpisah.

  • Pemfilletan

Setelah ikan tuna melewati tahap pemotongan kepala, ikan tuna difillet.

  • Pembuatan loin (loinning)

Pembuatan loin dilakukan dengan mebagi badan menjadi empat bagian dimana daging dipotong sepanjang garis dorsal hingga mencapai tulang belakang. Selanjutnya 4 bagian daging (loin) di lepaskan dari tulang dan duri-duri yang masih tersisa.

  • Pembuangan daging gelap (dark meat)

Daging ggelap pada ikan di buang dengan hati-hati sampai tidak tersisa dan tidak menggenai daging lainnya. Saatt di lakkukan trimming di lakukan juga pengecekan ada atau tiddaknya bagian kulit dan ttulang yang tersisa, apabila terdapat sisa kulit atau tulang makka harus di buang.

  • Pembuangan kulit (skinning)

Kulit ikan dibuang hingga tidak tersisa pada daging. Kulit terletak pada bagian bawah dan daging pada bagian atas, kemudian kulit dipotong mulai dari kiri hingga bersih.

  • Pembuatan steak

Daging ikan tuna yang telah berbentuk loin kemudian dilakukan pemotongan dengan menggunakan pisau stainless stell yang memotong loin secara membujur sehingga terbentuk irrisan-irisan yang berbentuk seperti segitiga. Perlu diketahui pembuatan steak terdiri dari dua cara yaitu dengan memotong loin dalam keadaan beku dan dalam keadaan segar.

  • Penimbangan II

Setelah produk di lakkuukan pembentukan steak maka di lakukan penimbangan dengan menggunakan timbangan digital sehingga akan di dapatkan hasil yang sesuai.

  • Pengemasan plastic

Setelah di lakukan penimbangan di lakukan sortasi berdasarkan ukuran produk kemudian di lakukan pengemasan mennggunakan plastic polyethylene.

  • Pembekuan

Meletakkan steak yang telah dikemas dalam plastik ke dalam pan pembekuan. Proses pembekuan dilakukan selama 24 jam pada suhu -40°C.

3.4 Prosedur Pengamatan

· Melakukan penilaian organoleptik pada bahan baku

· Mengamati pola penurunan suhu setiap 5 menit hingga diperoleh suhu konstan

· Menghitung rendemen selama tahapan paengolahan dari bahan baku hingga dalam bentuk steak

· Melakukan penilaian organoleptik pada produk akhir

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Bahan Mentah (diskripsi, mutu, ukuran dll)

Bahan baku Tuna Loin mentah beku adalah semua jenis tuna yang dapat diolah untuk dijadikan produk berupa Tuna Loin mentah beku. Sedangkan bentuk bahan baku tuna adalah berupa tuna segar atau beku yang telah disiangi atau tidak disiangi.

Jenis tuna yang dapat digunakan sebagai bahan baku tuna loin mentah beku adalah sebagai berikut :

v Yellowfin Tuna (Thunnus albacores)

v Bigeye Tuna (Thunnus obesus)

v Bluefin Tuna (Thunnus thynnus dan Thunnus macoyii)

v Albacore (Thunnus alalunga)

Bahan mentah yang baik mutunya yang dapat digunakan untuk tujuan pemasaran atau olahan lanjutan karena factor alami dan biologis bahan mentah ikan mempunyai pengaruh terhadap mutu dan daya awet. Bahan mentah yang rusak, busuk dan tercemar tidak baik untuk dikonsumsi manusia dan tidak boleh digunakan sebagai bahan mentah untuk pengolahan khususnya tuna loin beku.

Untuk mempertahankan mutu bahan baku tuna loin mentah beku, bahan baku harus secepatnya diolah. Untuk bahan baku segar apabila terpaksa harus menunggu proses lebih lanjut maka ikan tuna tesebut harus disimpan dengan es dan atau metode pendinginan lain yang sesuai dengan suhu 0-50C, saniter dan hygienes (SNI 01-4104.1-1996).

4.2 Rendemen pada Pengolahan Tuna Steak Beku

o Berat awal = 4,22 kg = 4220 gram

o Suhu awal = 80C

o Berat loin = 1,6 kg

o Berat Shark = 1531 gram

o Suhu akhir = 4oC

Rendemen lowing (%) = Berat awal ikan – Berat akhir ikan x 100

Berat Awal

= 4200 gram – 1600 gram x 100

4200 gram

= 61,9 %

Rendemen shark (%) = Berat awal ikan – Berat akhir ikan x 100

Berat Awal

= 4200 gram – 1531 gram x 100

4200 gram

= 63,5 %

4.3 Pola Penurunan Suhu Ikan Selama Pendinginan Tuna Steak Mentah Beku

Pengamatan perubahan suhu dilakukan setiap 1 menit sekali dengan menggunakan thermocouple yang kurang akurat. Suhu awal mulai pembekuan 21,80C.

Hari/Tanggal

Waktu

T1 (oC)

T2 (oC)

Rabu/17 Desember

11.30

11.31

11.32

11.33

11.34

11.35

11.36

11.37

11.38

11.39

11.40

11.41

11.42

11.43

11.44

11.45

11.46

11.47

11.48

11.50

11.51

11.52

11.53

11.54

11.55

11.56

11.57

11.58

11.59

11.60

11.61

21,8

13,5

11,3

10,6

7,9

7,0

5,4

4,5

3,2

2,5

1,7

0,6

-0,3

-0,5

-0,8

-1,5

-2,2

-2,4

-2,8

-3,1

-3,7

-3,9

-4,0

-4,5

-5,0

-5,0

-5,3

-5,3

-5,7

-5,7

-5,7


Grafik Pola Penurunan Suhu Tuna Loin Mentah Beku

4.4 Syarat Mutu

Persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :

No.

Jenis Uji

Satuan

Persyaratan mutu

a.

Organoleptik, minimum

Skala Hidonik

7

( 1 – 9 )

b.

Cemaran Mikroba

-ALT, maksimum

Koloni/gram

5 x 105

-Eschericia coli

APM/gram

< 3

-Salmonella

Per 25 gram

Negative

-Vibrio cholerae

Per 25 gram

Negative

-Vibrio parahaemolyticus *)

Per 50 gram

Negatife

c.

Cemaran Kimia *)

-Timah, maksimum

Mg/kg

40,0

-Timbal, maksimum

Mg/kg

2,0

-Arsen, maksimum

Mg/kg

1,0

-Raksa, maksimum

Mg/kg

0,5

-Seng, maksimum

Mg/kg

100,0

-Tembaga, maksimum

Mg/kg

20,0

-Cadmium, maksimum

Mg/kg

Sesuai dengan ketetapan yang berlaku

d.

Histamin, maksimum

Mg/100 gram

10,0

e.

Fisika :

-Suhu pusat

0 C

- 18

-Bobot bersih

-

Sesuai label

*) Apabila diperlukan

Keterangan : ALT : Angka Lempeng Total

APM : Angka Paling Memungkinkan

4.5 Mutu Bahan Baku

Bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.

Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik kesegaran sekurang-kurangnya sebagai berikut :

- Rupa dan warna : warna daging spesifik jenis cakalang.

- Bau : segar spesifik jenis dan berbau rumput laut segar.

- Konsistensi : elastis, padat dan kompak.

- Rasa : manis spesifik jenis.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1) Pembuatan loin dilakukan dengan membelah daging secara membujur menjadi 4 (empat) bagian dan melepaskan dari tulang dan duri.

2) pembuangan daging gelap ditujukan untuk mencegah meningkatnya kadar histamin.

3) Kadar histamin pada ikan segar sangat dipengaruhi oleh kesegaran, jenis ikan, ukuran maupun warna.

4) Glazing (ikan tuna loin dibekukan pada air dengan suhu maksimum 50C dengan cara mencelupkanya), kemudian dimasukkan kedalam kantong plastik yang sesuai ukuran, selanjutnya dimasukkan kedalam karton dan diikat dengan kuat. Adapun tujuan glazing adalah untuk melindungi produk dari pengaruh dehidrasi dan oksidasi. Sedangkan pengepakkan adalah untuk melindungi produk, memperindah dan memberikan daya tarik kepada pembeli.

5.2 Saran

1) Pada saat melakukkan pembelahan daging(pembuatan loin) lakukanlah dengan hati – hati,jangan sampai pada saat pembelahan daging,daging putih(loin) banyak terbuang bersama daging gelap.

2) Lakukanlah dengan higienis karena pada saat pemotongan kepala, banyak darah yang keluar dari tubuh ikan tersebut. Sehingga harus cepat – cepat ditangani dengan cara dicuci dengan air bersih.